Selasa, 16 Agustus 2016

Ngalor-Ngidul Bersama Mila

Seorang zine maker kritis dan cenderung ceplas-ceplos ketika sedang terlibat dalam sebuah diskusi. Dua zine yang pernah dibuatnya, lumayan berpengaruh bagi para zine maker lainnya, yaitu  : Pussy Wagon zine dan Kumis Kucing zine. Perempuan yang aktif di kolektif Betina dan terlibat pula sebagai partisipan di sebuah kolektif anarko feminis otonom, Needle and Bitch ini sekarang sedang menyelesaikankuliah S2-nya di sebuah universitas negeri di Yogyakarta. Beruntunglah ketika berkunjung disana, dia masih bisa menyempatkan datang untuk bertemu dan menjawab interview ini, Oke, Silahkan disimak.


 
Artwork oleh : Annisa Rizkiana Rahmasari
Foto : Dokumen pribadi

1. dari Bandung ke Yogyalarta, dari Pussy Wagon zine ke Kumis Kucing zine? Dan bagaimana kabar?

Kabar sekarang baik, sebenarnya tidaik terlalu sehat, banyak aktivitas, banyak stressnya. Haha. Untungnya stress bagi saya adalah stimulan, bukan downer. Badan boleh lelah, tapi jiwa tetap antusias dengan banyak hal-hal dan teman-teman baru yang ditemui. Dari A ke B, ke C ke D, sebut saja transfornasi.

2. Transformasi pasti mempunyai pasti berkaitan erat dengan perubahan, Bisa lebih jelaskan tentang hal itu?

Saya percaya, tiap orang punya kapasitas untuk berubah, baik itu di pengaruhi faktor eksternal maupun internal. Bagi saya, keduanya berpengaruh hampir sama imbang. Sebelum ada transformasi, sebelumnya saya butuh refleksi. Refleksi tentang pengalaman, kebutuhan, tujuan- tujuan, posisi, peran, dan hal lainnya. Pada satu fase, refleksi ini menghasilkan proses-proses yang mendorong saya menuju fase berikutnya.

Proses ini saya sebut sebagai fase revolusioner, karena harapan yang ingin dicapai adalah perspektif progresif. Bagi saya, yang terpenting dari bertransformasi bukanlah hasil akhir, melainkan  proses - proses itu sendiri. Dan pada fase berikutnya ini, ya, saya telah berubah. Meskipun bagi standar personal masih belum mencapai apa yang saya inginkan.

3. Pussy Wagon dan Kumis Kucing Zine. Kami  pengapresiasi zine-zine tersebut. Bisa menceritakan proses kreatif yang terlalui ketika menyusun kedua zine tersebut?

Saya lebih suka terbitan fisik, yang bisa dipegang, dibawa-bawa, atau disimpan di suatu tempat untuk di koleksi. Setiap terbitan pasti punya "keinginan" untuk dibaca oleh orang lain selain pembuatnya. Tapi zine punya nilai lebih, yaitu subyektifitas. Kita bisa bercerita dan bicara tentang pengalaman-pengalaman, sudut pandang, opini, atribut-atribut kita-alias narsis  yang sebenarnya ingin kita sampaikan dan bagi ke orang lain. Kita bisa membuat zine kita sendiri tanpa ada struktur dan aturan baku jurnalisme formal, kecuali jika kita telah menemukan gaya pribadi kita dalam mengolah zine. Kita bisa bikin dengan cara sendiri, dan dalam konteks ini, zine memperlakukan diri sebagai media, bukan target penonton. Media untuk infiiltrasi ide dan isu-isu. Sebagai pelaku, kita punya otoritas sama untuk menentukan urgensi sebuah ide atau isu.

Pussy Wagon adalah zine pertama saya. Dibikin secara spontan tanpa konsep yang dirumuskan matang, dibikin di atas kertas A4, dan berupa fotokopian saja. Karena sangat spontan dan lepas apa adanya, termasuk cara menulis yang tidak baku serta lebih ke cara bicara saya sehari-hari, beberapa orang yang fetish kerapian mungkin akan meliat zine ini asal-asalan. So What? Haha Cukup tebal karena banyak hal yang saya bagi di situ, mulai dari opini tentang seksualitas dan gender, interview yang aneh, review buku dengan konten BDSM, review film horror B-class classic, catatan jalan-jalan dan bahkan review musik yang sok tau. Memang sebagian besar masih berkorelasi kuat degan skena Harcore Punk, tapi saya pikir konten Pussy Wagon zine cukup variatif. Untuk teknik tata letaknya, saya pakai metode guning tempel alias cut n' paste dan coretan-coretan spidol sebagai penghias halaman yang diberi seperlunya-atau semaunya, haha, Saya juga bikin sendiri flyer, promosi untuk website atau teman-teman dengan skill mengambar dan visual yang pas-pas-an, tapi saya anggap lucu dan cute.

Kumis Kucing adalah sebuah zine tentang kucing. Iya, bener. Keseluruhan isi zine memang tentang kucing. Ide awal zine ini sebenarnya datang dari seorang teman baik saya di Bandung yang seorang pecinta kucing, Sheni. Jadi bisa dibilang kalo saya sekedar eksekutor untuk pebuatan zine ini, yaitu tata letak. Saya sangat antusias karena saya sendiri memang seorang pecinta kucing. Merasa tidak punya enerji lagi untuk mengumpulkan materi gunting tempel manual, saya mencoba gunting tempel via software Corel Draw. Ini hal yang benar-benar baru bagi saya. Tapi tidak butuh waktu lama, cukup singkat dan saya merasa mampu mendesain tata letak zine tersebut melalui coreldraw dengan hasil final menyerupai gunting tempel manual. Beberapa teman penggiat kolase malah mengira bahwa zine tersebut masih menggunakan konsep cut n/ paste manual. Haha Anda tertipu (padahal sebenarnya saya memang amatir sih) Untuk bagian konten zine saya bertahan dengan format foto-kopian karena lebih murah. Saya bereksperimen dengan cover luar zine ini. Saya pakai kertas entah apa namanya, pokoknya tebal dan warna warni yang kemudian ditempelin potongan gambar kucing di mesin cuci ala the Washing Machine-nya Sonic Youth-semacam spin off gitu. Potongan gambar ini ditempel dengan selotip kertas mini dibagian tengah cover. Saya pribadi sangat suka dengan tampilan zine ini, sangat edgy.

Yah saking sukanya saya dengan proses kreatif membuat zine, seorang teman pernah bilang mungkin jika saya tidak terlalu tertarik dengan isu-isu yang di coba dibawa zine tersebut, saya akan tetap mau-mau saja membuatnya semata karena saya suka bikin zine. Itu aja. Semacam pembuat zine Palu Gada (apa lu mau, gue ada) Hahaha, percayalah, itu tidak benar.



4. Media arus utama memang kadang membosankan. Dan media alternatif adalah salah satu tandingan yang diperlukan untuk menghancurkan kebosanan tersebut. Salah seorang teman bercerita bahwa media yang berbeda adalah media yang paling bisa diserap. Media yang berani tampil beda dan menembus senua batasan-batasan. Ketika segala media arus utama sudah kotor dan curang, salah satu cara untuk melawannya adalah membikin zine kita sendiri. Bagaimana menurut mbak Mila?

Menurut saya yang perlu di perhatikan adalah posisi media alternatif itu sendiri. Apakah dia mengkonfrontasi media arus utama itu sendiri dan melakukan konfrontasi terbuka melalui jalur yang mereka pilih dalam ide atau isunya, atau sekedar ingin memulai sebuah media tapi dengan pola gerak yang semacam dengan media arus utama. Jika yang diambil adalah pilihan pertama, maka media tersebut telah mnunjukkan posisi dan keberpihakan dengan tegas, yaitu oposisi. Jika yang diambil adalah pilihan yang kedua , maka media bisa berubah wujud jadi apa saja, dan keberpihakannya tidak terlalu jelas.

5. Beberapa zine yang sudah beredar dan menurut kamu perlu untuk di rekomendasikan?

Zine Ruang Bebas baca dari Palembang yang dibuat sebagai zine benefit untuk pembuatan untuk sebuah perpustakaan di daerah minim infrastruktur dan pergulatan edukasi di daerah (aku lupa persisnya tapi sekitaran) kaki gunung Dempo, Sumatera Selatan. Bukan tentang konten, tapi lebih ke isu, concern kenapa zine itu dibuat, bagaimana zine itu melibatkan partisipasi banyak teman dari berbagai kota datang.



7. Apa pentingnya pembangunan sebuah basis ekonomi bagi sebuah kolektif? Dan kenapa harus meminimalisir ketergantungan terhadap sumber dana dari organisasi funding seperti yang dipraktekkan NGO?

Mungkin kita bisa mulai dari contoh sederhana saja ya. Katakanlah jika kita sebagai individu tidak mandiri secara ekonomi, misalnya masih bergantung pada YAB (Yayasan Ayah Bunda) alias orang tua atau keluarga, akan selalu ada relasi kuasa antara kita yang diberi uang dengan orang tua/keluarga yang memberi uang. Pihak yang punya kuasa karena telah memberi uang akan menentukan pilihan-pilihan kepada kita yang bisa saja pilihan-pilihan tersebut bukanlah pilihan yang kita inginkan ataupun memenuhi aspirasi hidup kita. 
Jika kita terus memenuhi pilihan tersebut, kita akan semakin terjauhkan dari apa yang sebenarnya kita inginkan dari hidup kita. Poinnya adalah kontrol terhadap hidup kita yang datang dari pihak di luar diri kita. Bukan bermaksud menggeneralisir, tapi ini contoh umum saja, karena sebenarnya tidak semua keluarga mempraktekkan bentuk relasi kuasa macam ini. Selalu ada pengecualian untuk apapun, bukan?

Pembangunan basis ekonomi mandiri bagi sebuah kolektif akan mengkondisikan kemandirian politik. Artinya, dengan kemandirian ekonomi, kolektif tersebut tidak perlu melakukan aktivitas yang ditentukan oleh siapapun (jika pihak-pihak itu berbentuk lembaga donor/funding) kecuali berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan isu/concern yang berdasar pada landasan dan prinsip kolektif itu sendiri. Sehingga sebuah kolektif tidak perlu menegosiasikan atau mempertanggungjawabkan agenda-agenda yang mereka buat kepada pihak manapun kecuali kepada kolektif itu sendiri. Begitulah....hehehe.

Bagi saya, ketergantungan terhadap sumber dana dari organisasi funding bukan lagi untuk diminimalisir, tetapi justru dihilangkan. Pertama, dengan menggunakan dana mandiri, sebuah kolektif dapat menentukan agenda dan aktivitas apa saja yang dibutuhkan, kapan dan di mana itu akan dilakukan, dan siapa saja yang dapat terlibat di dalamnya. Intinya adalah kekuasaan penuh ada di tangan kolektif. Kedua, gerak-gerak NGO/lembaga funding akan melemahkan semangat kemandirian dan etos DIY (Do it Yourself) dalam praktek nyata kita dengan membentuk pemikiran bahwa otonomi itu sulit dan mustahil untuk dicapai. Kita bisa lihat dari bagaimana ketergantungan NGO terhadap lembaga donor. Mereka tidak bisa menjalankan program tanpa kucuran dana lembaga donor yang sebenarnya sarat dengan kepentingan-kepentingan dari lembaga tersebut (misalnya: data-data tentang perilaku dan kondisi sosial masyarakat di suatu tempat, pemetaan konflik sosial atau sumberdaya alam yang mengarah pada industri ekstraktif, dan lain-lain) yang jika dirunut hingga ke struktur yang paling atas, kepentingan siapa sebenarnya yang ada di belakangnya? Korporasi. 

Pada level yang lebih jauh lagi, berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi saya, beberapa NGO yang "dikejar" program-program ini akan kemudian main klaim terhadap aktivitas komunitas lain untuk dimasukkan dalam program mereka sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab terhadap donor. Kalau sudah begini, kontrol yang ada di tangan donor akan membuat para pekerja NGO menjadi "pencari program". Saking kepepet mencari program, terkadang para pekerja NGO akan membuat program yang sebenarnya tidak esensial dan "diada-adain aja", karena "yang penting ada program".

Level yang lebih parah lagi adalah terjadinya kooptasi terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan ruang dan gerakan otonom sejak lama, seperti yang terjadi baru-baru ini saja di Jakarta Biennale yang memasukkan Really Really Free Market (RRFM) dalam salah satu agenda acaranya, yang sesungguhnya sangat jauh dari esensi RRFM itu sendiri. Pada akhirnya RRFM di acara tersebut hanya menjadi barang dagangan bagi kelas menengah-borjuis filantropis urban ibukota yang menganggap inisiatif macam itu adalah bentuk filantropi yang "unyu" dan "alternatif banget".

Itu belum termasuk keterlibatan para seniman utama di dalamnya yang sudah di-setting dan difasilitasi sedemikian rupa untuk menjalankan program berkedok aktivisme sosial (namun sebenarnya tidak menyentuh akar masalah sosial itu sendiri). Lucu sekali bagi saya, karena seniman-seniman macam ini kemudian akan menjadi "seniman orderan" atau bisa juga disebut "seniman palugada" alias "apa yang lu mau gua ada". Lambat laun pun sosok-sosok yang sebenarnya potensial ini akan kehilangan perspektif dan kesadaran kritisnya. Di situlah kadang saya merasa sedih :'(

Tapi tidak apa, setiap individu memiliki pencapaiannya masing-masing. Mari kita beri panggung bagi yang kepingin naik kelas.

8. Needle and Bitch sangat memperhatikan isu kesetaraan gender. Dari pandangan kamu pribadi, bisa menjelaskan pentingnya isu tersebut?

Berdasarkan apa yang saya lihat dan alami sendiri, isu kesetaraan gender sering dianggap isu "kelas dua" dalam dunia aktivisme yang mau tidak mau harus diakui masih sangat macho. Tapi mari kita mulai dengan diktum terkenal Aristoteles yang begini bunyinya: "Tidak ada pertukaran tanpa kesetaraan. Tidak ada kesetaraan tanpa keseukuran." 

Apa yang membangun diri perempuan, laki-laki, atau gender apapun sebagai manusia sehingga mereka bisa memiliki keseukuran dan karenanya mereka dapat menjadi setara? Bagi saya jawabannya adalah kerja. Bagi saya tidak ada "pekerjaan laki-laki" atau "pekerjaan perempuan", seperti halnya tidak ada "kerja fisik" atau "kerja otak". Kerja itu ya kerja, tersusun dari waktu kerja yang dicurahkan untuk produksi sesuatu. 

Jadi kesetaraan gender itu nyata dan harus dicapai karena sebenarnya punya dasar filosofi yang kuat. Tanpa kesetaraan gender, tanpa semua gender berdiri dengan setara, maka perubahan yang diagung-agungkan bernama revolusi itu niscaya tidak akan terwujud. 

9. Saya dengar kamu sedang terlibat dalam sebuah klub baca sebuah buku. Bisa menceritakan sedikit tentang hal tersebut?

Iya bener memang. Saya dan beberapa teman di Jogja (sebenarnya cuma 5 ekor saja sih...) menginisiasi kelas baca Kapital (Iya, Kapital-nya Karl Marx) yang kami sebut Kelas Kajian kapital (KKK), yang anggotanya memiliki berbagai macam latar belakang, tapi punya satu kesamaan: sama-sama pemabuk. Haha.

Pada dasarnya bentuk kelas baca ini ya sama saja dengan pengajian. Bedanya dengan pengajian pada umumnya yang sekedar membaca, kami tidak hanya membaca tapi juga mencoba menginterpretasikan teks di dalamnya dengan detil dan komprehensif. Jadi ini memang kajian tekstual. Kami memang membaca teks dalam Kapital secara langsung dan menghapuskan semua buku-buku interpretasi atas Kapital, yang ditulis oleh siapapun itu, dari kelas ini. 

Berbeda dengan kelas Kapital atau Marxis lainnya yang sering mencomot bagian-bagian tertentu dari Kapital untuk direlevansikan dengan situasi politik tertentu, misalnya akumulasi primitif dalam konflik agraria. Atau filsafat marxisme yang dijadikan materi kaderisasi (baca: indoktrinasi) organ-organ kiri mahasiswa demi terbentuknya wadah gerakan. Kelas ini bukanlah platform politik. Melainkan upaya untuk membaca kembali secara menyeluruh sumber utama, the origin of it all, yaitu Kapital itu sendiri sebagai ilmu pengetahuan, yang berpijak pada keberanian untuk berpikir dengan diri sendiri. Bukan dengan siapapun yang dianggap memiliki otoritas atas pemahamannya tentang marxisme. Karena, apalah arti syariat tanpa makrifat? Hehehe.

Dan ini sangat terbantu dengan keberadaan koordinator (meskipun dengan sangat rendah hati dia menolak sebutan itu hahah) kelas kami yang saya anggap sangat berkapasitas dalam pembacaan Kapital ini, mengingat dia telah membaca Kapital hingga selesai sebelumnya dan memperdalam antropologi marxisme secara akademis sekaligus seorang aktivis agraria dan perjuangan akar rumput.

Bagi saya pribadi, membaca Kapital merupakan goncangan iman yang membawa saya pada level kesadaran baru tentang fase masyarakat yang kita hidupi saat ini. Anggap saja sebuah pencerahan.

10. Beberapa kali berkunjung ke Semarang. Apa pendapat pribadi kamu mengenai kota ini? Kritik dan saran mungkin?

Ah, cuma berkunjung beberapa kali kok. Semarang itu datar dan kurang hidup, maka hidupkanlah! Kritik dan saran, ah, saya cuma berkunjung, bukan penduduk. Tidak ada di lapangan situ. Takutnya kritiknya tidak valid dan kurang terukur, malah nanti dibilang sotoy. Kalau saran, ya itu tadi, hidupkanlah kota Semarang dengan apapun. Konflik, tesis dan anti-tesis, negasi atas negasi, apapun. Tapi jangan baper! Katanya open minded. 
Intinya, biar semuanya bisa banyak belajar saja sih. Tambah saran lagi sih palingan, biasakan komunikasi yang terbuka dan sehat. Tapi sekali lagi, jangan baper! Kan tujuannya untuk memperkuat, bukan menghancurkan teman.  

11. Ok, thanks berat atas waktunya Ming. Kami tunggu zine-zine berikutnya dari kamu. Any last words for readers?

Sama-sama. Oke ditunggu aja zine-zine berikutnya dari saya (semoga saja ada...hehehe). Last words for readers: dare to learn something new and therefore to think for yourself!


1 komentar:

  1. Halo semuanya, apakah Anda membutuhkan layanan hacking?
    Kemudian hubungi >>> NOBLEHACKER284@GMAIL.COM untuk layanan hacking terbaik.
    Diperingatkan, kebanyakan dari hacker yang disebut ini adalah penipu,
    Saya tahu bagaimana sebenarnya hacker bekerja, mereka tidak pernah mengiklankan diri mereka sedemikian rupa sehingga mereka selalu diskrit.
    Saya telah berkali-kali melakukan scammed karena putus asa untuk mencari bantuan mendesak untuk mengubah nilai sekolah saya,
    Akhirnya teman saya mengenalkan saya pada sekelompok hacker handal yang bekerja dengan penuh kebijaksanaan dan segera memberikannya,
    Mereka melakukan segala macam hacking mulai dari;
    -Sales of Blank kartu ATM.
    -hack ke akun email dan telusuri lokasi email
    - Semua akun media sosial,
    - Database sekolah untuk menghapus atau mengubah nilai,
    -Retrieval file / dokumen yang hilang
    -DUIs
    Catatan dan sistem perusahaan,
    -Bank accounts, akun Paypal
    Kartu kredit hack
    -Kredit skor hack
    -Monitor setiap telepon dan alamat email
    -hack alamat IP
    + Ketuk panggilan orang lain dan pantau percakapan mereka
    >>>> KONTAK >> NOBLEHACKER284@GMAIL.com
             **CATATAN**
    Mereka juga bisa mengajari Anda cara melakukan hal berikut dengan adanya E-Book dan tutorial online
    * Apakah pasangan Anda selingkuh? Mereka bisa mengajari Anda bagaimana caranya
    - TAP KE PANGGILAN DAN MONITOR MEREKA MEREKA MEREKA
    * Email dan pesan teks intersepsi,
    * Hack dan gunakan Kartu Kredit untuk belanja online,
    * Pantau semua alamat telepon dan email,
    * Hack Android dan iPhone sendiri, dengan respon langsung dan rujukan diskon benefit

    BalasHapus