Sabtu, 29 Oktober 2016

Pop Manis Tapi Kritis a la Distorsi Akustik

Tidak banyak band, di kota ini, yang bermain di ranah pop tapi mempunyai dedikasi tinggi terhadap perubahan dunia. Distorsi Akustik adalah salah satu yang menarik perhatian ketika musik rock yang dikemas dengan balutan pop berisikan muatan tekstual yang tidak sembarangan seperti dalam EP Pu7i Utomo yang baru saja mereka rilis beberapa waktu kemarin. 7 komposisi easy listening dengan konten lirik yang puitis filosofis tapi satir dan frontal. Bisa kalian dengarkan pada lagu berjudul "Man who Called Eve" yang bermuatan kritik tajam terhadap marjinalisasi atas nama agama dan norma terhadap kaum LGBT. Dan pada lagu berjudul "Euphoria Surga" bisa kalian temukan lirik kritis cerdas setajam silet baja terhadap para fundamentalis agama. Untuk para penggemar U2, Sigur Ros dan Coldplay, secara musikalitas adalah jaminan bahwa kalian akan segera jatuh cinta dengan rilisan yang satu ini. Kualitas rekaman yang bagus, packaging rilisan yang tidak main-main, serta seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu konten muatan lirik kritis satir yang filosofis, menjadikan EP album tersebut sangat direkomendasikan untuk disimak. Berikut vadalah interview Kaum Kera zine dengan mereka, silahkan disimak semoga menginspirasi.


1. Playlist musik beberapa waktu terakhir didominasi oleh lagu-lagu dari sebuah CD extended play album berjudul Pu7i Utomo, dan bagaimana kabar Distorsi Akustik?

Beberapa waktu yang lalu baru saja menyelesaikan tur di tiga kota untuk mempromosikan EP Pu7i Utomo dan kembali pada aktifitas keseharian, mengurus keluarga. Berjibaku dengan pekerjaan kami masing - masing. Sempat bermain di Subali fest  dan beberapa pertunjukan, datang ke gigs, menonton pertunjukan band lokal serta tidak lupa merekam beberapa materi lawas untuk kami rangkum dalam rilisan berikutnya. Sepertinya semuanya akan baik - baik saja bila kita menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya, mengurusi band, bekerja dan waktu untuk keluarga. Oh iya, kabar kami baik, sehat dan semoga begitu juga dengan dirimu, mas.

2. Mungkin banyak di luar sana yang belum begitu mengetahui tentang Distorsi Akustik, bisa berbagi deskripsi tentang Distorsi Akustik dalam beberapa kalimat?
Nama Distorsi Akustik kami ambil dari suara distorsi (over drive) yang bersinergi, melangkah selaras, dengan suara akustik (clean) dalam ruang bunyi gitar. Sebuah keseimbangan layaknya hitam dan putih, bidang lingkaran kecil yang kontras pada simbol Yin Yang. Banyak yang mungkin lupa menyadari bahwa keadilan erat kaitannya dengan keseimbangan. Dan kemanusian, butuh perhatian khusus pada hal itu : keadilan, keseimbangan. Lirik kami lebih sering berbicara tentang kemanusiaan, dengan balutan pop yang banyak orang bilang : manis. Analoginya, tidak semua orang mampu menelan makanan yang keras, pedas, dan menyengat. Beberapa menginginkan sesuatu yang manis walaupun sama - sama membuat sakit di perut.

Sering kali dalam fragmen keseharian, menemukan banyak hal yang terlanjur menjadi tradisi, padahal bukan hal yang benar. Kebanyakan lirik yang kami tulis, adalah tentang hal-hal tersebut. Iya, lirik kami kritis, bukan sok kritis. Kritis, ada laku hidupnya. Pertanggung-jawaban dalam bentuk sikap hidup sehari-hari. Kami bangga bisa menghidupi lirik yang sudah kami tulis, dimulai dengan penyikapan terhadap hal-hal kecil yang kami temui dalam keseharian.

3. Setiap karya pasti menemukan kendala dalam proses kreatifnya, apa kendala yang cukup pelik yang terhadapi ketika menjalani proses kreatif penciptaan Pu7i Utomo?

Benar, tapi kami memang sudah bersepakat untuk membiasakan diri terhadap semua kendala setiap akan memulai penggarapan sebuah rekaman. Bukankah banyak pembelajaran tentang hal baru yang bisa kita dapatkan ketika bertemu dengan berbagai kendala? Mulai dari keterbatasan finansial sehingga kami musti masuk studio recording saat studio tersebut ada discon time. Berganti - ganti personil, dan kamipun kehilangan gitaris kami terdahulu, Puji Utomo, yang terlebih dahulu berpulang. Dan yang paling merepotkan adalah saat data rekaman yang kami cicil dari tahun 2008, berisi materi 13 lagu, hilang dikarenakan studio rekaman tersebut gulung tikar, membuat kami harus mengulang proses recording dan penciptaan lagu dari awal. Dari semua data yang hilang tersebut hanya lagu "Man Who Called Eve" saja yang terselamatkan.

Tapi syukurlah, akhirnya semua kendala tersebut bisa kami lewati dan EP Pu7i Utomo berhasil kami rilis dengan swadaya beberapa waktu yang lalu, pendistribusiannya pun kami lakukan sendiri. Sangat berterima kasih terhadap teman-teman yang sudah sudi untuk membeli, juga teman-teman penjual rekaman yang banyak membantu dalam hal distribusi serta teman-teman media yang telah meluangkan waktunya mendokumentasikan ulasan tentang rilisan tersebut. Mohon doanya semoga rilisan ke depan lebih baik lagi.

4. Apa maksud pemberian titel Pu7ie Utomo? Ada apa dengan angka 7?
 

Gitaris kami sebelumnya, meninggal karena mengalami kecelakaan, almarhum bernama Puji Utomo. Mini album ini sebenarnya kami persembahkan sebagai penghargaan dan pengingat tentang Almarhum. Selain itu, ada muatan filosofi kearifan lokal yang juga mendasari pemberian titel EP Pu7i Utomo, dalam konteks filosofi Jawa, hari itu ada 7, dan 7 (Pitu) dalam filsafat kearifan jawa berarti PITUTUR, PITUDUH, PITULUNGAN, PITUNGKAS. Sama halnya seperti penciptaan dunia. Seperti yang tertulis di Al kitab maupun Al Q’uran. Pun di rilisan mini album kedua nanti, akan ada 5 track di sana. Sama halnya jumlah hari pasaran di penanggalan Jawa : Wage, Pon, Pahing, Kliwon, dan Legi. Semua hal tersebut sebenarnya mempunyai pesan kearifan yang nilai keluhurannya tinggi dan sepertinya bakal tidak cukup halaman di zine ini jika kita mendiskusikannya secara detail.

Bukan berarti pula bahwa filosofi kearifan lokal dari daerah lain tidak menarik. Bagi kami, tiap kearifan lokal, dari daerah manapun, mempunyai muatan filosofi yang sebenarnya baik dan mampu membuat seorang manusia yang memperpecayainya,  menjadi lebih bijak menyikapi segala carut marut dunia yang serba ribut dalam arus modernitas seperti sekarang ini. Kenapa kami lebih banyak menggunakan referensi kearifan lokal Jawa, karena kami tumbuh besar dalam lingkup kearifan lokal Jawa.






5. A Man Who Called Eve, track yang langsung mencuri perhatian juga konsep video yang sungguh menarik, bisa menceritakan segala sesuatu tentang lagu ini?
 

Lagu ini kami dedikasikan untuk semua individu yang berani jujur dalam memilih jalan hidupnya, walaupun dianggap keluar sama sekali dari kategori yang masyarakat umum mendefinisikannya sebagai : normal. Bagi kami kebenaran itu mempunyai dua parameter :
1. Tidak merugikan manusia lainnya.
2. Mempunyai manfaat bagi manusia lainnya.

Dan ketika parameter pertama telah terpenuhi tapi orang-orang sekitar tetap memandangnya sebagai kesalahan, maka harus ada yang bisa menjelaskan bahwa hal tersebut bukan sebuah hal yang salah. Seperti halnya kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender) yang kebanyakan orang memandang mereka sebagai penyakit masyarakat dan harus diberantas. Bagimana bisa mereka dipandang sebagai penyakit jika mereka bahkan tidak melakukan tindakan apapun yang merugikan manusia yang lainnya? Jika alasannya adalah penyakit menular melalui aktivitas seksual, bukti sudah menyatakan bahwa bukan hanya kaum LGBT yang membawa penyakit, semua orang bisa menjadi sumber penyakit melalui aktivitas sexual, hal itu tergantung dari pola hidup masing-masing orang, kebersihan sebagai contohnya. Mau "senormal" apapun manusia, jika pada dasarnya dia memang jorok, penyakit tentu saja segera menjangkit. Tidak bisa serta merta kita melakukan generalisasi bahwa kejorokan hanyalah milik kaum LGBT, itu picik namanya. Dan jika alasannya adalah penyakit mental, berarti negeri ini benar-benar ngotot untuk ketinggalan karena sudah sejak lama klaim prilaku LGBT sebagai penyakit, telah dicabut dari ranah disiplin ilmu psikologi.

sebenarnya bangsa ini mempunyai permasalahan yang lebih penting, dan permasalahan penting itu adalah hal kemanusiaan. Dalam sebuah negeri yang penuh pluralitas seperti Indonesia, toleransi adalah suatu hal yang harus di jaga dan di upayakan. Karena jika tidak, bahaya besar sudah menanti di depan, dan bangsa ini mungkin harus bersiap menunggu keruntuhannya.

6. Euphoria Surga, dari lirik yang terbaca langsung terkesima dengan muatan lirik kritis tajam terhadap para fundamentalis agama. Tolong berbagi sedikit pandangan Distorsi Akustik terkait lirik dalam lagu ini.
 

Bagi kami, seharusnya agama itu bekerja di wilayah-wilayah yang memperbaiki dan menjaga keharmonisan hubungan antar manusia. Ketika agama malah dijadikan pembenaran untuk membinasakan manusia yang lainnya, maka kami akan melakukan kritisi keras tentang hal tersebut. Lagu Euphoria Surga sejatinya bercerita tentang hal tersebut, kritik keras kami terhadap para fundamentalis agama yang berani mendahului Tuhan melakukan klaim kapling surga yang sebenarnya bukan hak manusia untuk menentukannya.

Sudah berapa banyak nyawa melayang yang disebabkan konflik dan perang karena klaim kebenaran versi manusia yang berdasarkan agama? Jika kita mendiamkannya, anak cucu kita kelak akan hidup dalam dunia yang seperti itu, dunia yang penuh dengan distoleransi dan kebencian. Kami salah satu yang memilih untuk tidak diam saja. Kami tentu saja juga beragama, tapi kami menolak menjadi bagian dari para fundamentalis yang beragama hanya demi kepentingan dominasi atau fasisme. Agama, tidak seharusnya menjadi fasis.

7. Menjalani asam garam berkesenian di Semarang sekian lama, bagaimana pendapat kalian tentang lingkungan berkomunitas di kota ini?
 

Semarang itu mempunyai daya apresiasi terhadap karya yang sebenarnya besar. Karya-karya dalam berbagai bentukpun banyak yang dihasilkan, sebenarnya kota ini sangat produktif. Kualitas juga mumpuni. Mungkin kota ini memang membutuhkan media-media dengan kualitas yang baik, seperti zine ini misalnya. Ketika membuat media sendiri itu sudah menjadi budaya, kami kira segala karya-karya yang dihasilkan oleh berbagai komunitas di kota ini akan semakin menyebar dan dikenal orang. Kita hanya perlu untuk menyisihkan enerji berada dalam sebuah lingkaran komunikasi yang sehat dan menciptakan iklim saling mendukung diantara para pegiat komunitas di kota ini.

8. Beberapa buku yang dibaca belakangan ini dan mungkin bisa menjadi rekomendasi?
 

Ada beberapa yang baru saja terbaca, berikut diantaranya yang menurut kami perlu untuk direkomendasikan :
1. Joko Muryanto - Industri Musik Nggak Asik
Sebuah buku bagus yang menceritakan bahwa industri musik mainstream sekarang ini sedang menuju tenggelam karena tidak bisa mengakomodasi kepentingan dari para musisi-musisi yang mereka rekrut.

2. Jack Nelson Pallmeyer - Is Religions Killing Us
Sebuah buku kritis yang berusaha menyadarkan bahwa dalam setiap referensi kitab suci agama samawi memang terdapat dalil-dalil yang membenarkan untuk bersikap "anti-liyan" dan pengikutnya cenderung menafsirkannya secara literal. Buku ini, ketika dipahami, mungkin bisa membuat kita lebih bijak ketika menfasirkan banyak hal dalam kitab suci yang sering kali memakai gaya bahasa metaforis.

9. Lagu yang terakhir dinyayikan ketika sendirian?
 

Nirvana - Something in The Way

Kurt Cobain adalah sosok jenius musik yang mungkin tidak akan disamai oleh sosok manapun dalam 50 tahun ke depan. Dan lagu ini adalah salah lagu cerdas bercerita tentang kesendirian yang dikemas dengan kualitas balada yang juga mumpuni. Linoleum karya dari grup punkrock slengekan, Nofx, mungkin pantas sebagai komparasinya walaupun dalam nuansa lagu yang berbeda.

10. Ok, thanks atas waktu dan kesediaan waktunya demi berbagi dengan Kaum Kera zine. Silahkan menyampaikan sesuatu apapun itu untuk mengakhiri interview ini.
 

Ketika kalian sependapat bahwa setiap manusia seharusnya mendapatkan hak kemerdekaan asasinya tanpa melupakan kewajiban, maka mari bergandeng tangan bersama merebut kembali segala yang sudah tercuri dari kemerdekaan kita selama hidup di negeri yang katanya merdeka ini. Menjadi bagian dari generasi muda, jangan hanya main aman diam saja. Hasilkan sebuah karya yang bisa mewakili dirimu sendiri. Salam. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar