Jumat, 06 Mei 2016

HMMM "Ketika Musik Menyampaikan Pesan Melalui Kode-Kode"



Ada banyak musisi yang memperlakukan musiknya sebagai penyampaian kode-kode. Biasanya mereka cenderung meinimalisir hal-hal tekstual dan kemudian mempersilahkan para apresiatornya untuk mencerna sendiri kode-kode tersebut. Yang kemudian menjadi tantangan tersendiri adalah, kode-kode tersebut harus mempunyai makna kuat sehingga apresiatornya akan menemukan ikatan batin tersendiri ketika mengapresiasinya. Dan ketika semakin banyak orang yang berpendapat bahwa pada banyak situasi, kata-kata sudah tidak mampu menampung makna, maka mereka menggantinya dengan kode-kode. Dan itu sah-sah saja ketika menyadari musik, adalah hal yang memang universal. Definisi tentang musik dan bagaimana memperlakukannya, sepenuhnya berada di tangan apresiator dan penciptanya.

Dan dari Semarang ada HMMM (Hipnotical Mysterious Magical Mantra), satu unit musik eksperimental yang memperlakukan karyanya dengan cara yang semacam. Teks hanyalah tempelan dalam prosentase yang sangat kecil, selebihnya kita akan sibuk melakukan tafsir berbagai macam kode-kode yang menyeruak dari segala bebunyian yang mereka hasilkan. Mereka sering mendokumentasikan penampilan live mereka dan kemudian mengemasnya dalam bentuk kemasan CD. Terbentuk sekitaran awal 2015, HMMM terdiri dari tiga individu yang publik Semarang sedikit banyak telah mengenal mereka. Ada Fredian Bintar yang sebelumnya adalah salah satu dari unit eksperimental noise Sistem Busuk Dari Dalam (SBDD) yang rilisannya sempat dicetak oleh sebuah label di Amerika. Lalu ada Riska Farasonalia, seorang perempuan yang aktif mengelola art brand project-nya : Riska!Riska! sekaligus drummer dari band fastcore politis feminist : Dead Alley. Terakhir ada Debby "Janet" Silvia yang seorang artworker dan eks-vokalis dari sebuah band cadas : SlowxFast.

Kalian pernah membayangkan seorang Shaman suku purba dalam keadaan trance lalu merapal doa mantra untuk sebuah pengharapan tertentu? Background perkusi tradisional dengan pola ketukan yang acak tapi tetap mempunyai pakem irama. Suasana magis yang terbangun, sering kali menghipnotis ketika mendengar atau melihatnya secara langsung. Begitulah HMMM memperlakukan perform live mereka di atas panggung.

Beberapa waktu lalu ketika pertama kali menikmati perform live mereka di Mukti Kafe kawasan pecinan Semarang, sempat berbincang lumayan lama dengan para personelnya. Bintar menjelaskan, bahwa HMMM memperlakukan penampilan live mereka berdasarkan konsep yang dirancang dan didiskusikan sedemikian rupa, sebagai acuan garis alur spontanitas. Iya, penampilan live mereka sepenuhnya berdiri dari pilar-pilar aksi musikal spontan yang terkonsep. Dan memang, sesuatu yang spontan tapi terkonsep, biasanya membuat sebuah karya menjadi maksimal.



Dalam penampilan live yang terdiri dari dua komposisi yang masing-masing mempunyai durasi lumayan panjang tersebut, saya lumayan terhenyak dengan nuansa yang terbangun oleh aksi mereka. Mereka benar-benar bertanggung jawab secara konseptual dan berbanding lurus dengan representasi nama mereka. Saya lumayan terhinoptis oleh mantra-mantra magis nan misterius yang mereka lontarkan dari berbagai alat bebunyian yang mereka usung. Janet yang mengeluarkan bunyi vokal mirip para shaman suku-suku tradisional yang sedang sibuk merapal mantra, Bintar yang walaupun sibuk menghasilkan bunyi dari piranti gitarnya terkadang tidak lupa membantu Riska yang konsentrasi penuh di belakang alat-alat perkusi. Ada beberapa hal tekstual yang terkadang terlempar dari suara Janet, walaupun dalam prosentase yang kecil dan repetitif, cukup menjelaskan kegelisahan apa yang mereka coba suarakan.

Karena penasaran, kemudian saya mendengarkan hasil rekaman live mereka yang saya dapat dari seorang teman. Saya pribadi sebenarnya minim referensi dalam mengapresiasi musik eksperimental noise seperti yang HMMM tampilkan dalam musik mereka. Beruntunglah saya bertemu dengan Latief, seorang sound engineer yang juga sering kali menjadi juru rekam dalam setiap penampilan live HMMM sendiri. Pria yang juga sedang merintis sebuah proyek audio zine ini sedikit banyak membantu saya mendapatkan referensi-referensi rilisan musik yang semacam.  Metode cut n' paste yang juga sering digunakan dalam seni kolase digunakan dalam part-part tertentu dalam lagu, juga penggunaan sampling suara yang diambil dari bunyi-bunyi yang ada dalam lingkungan keseharian. sebenarnya sebuah konsep musikal yang menarik apabila kita sedikit meluangkan waktu untuk menghayatinya, ditambah ketika sang band sendiri mempunyai pesan yang mereka anggap penting dan harus disampikan dalam alur kode-kode yang mereka suguhkan.


HMMM sendiri saat ini sedang meningkatkan intensitas perform mereka di panggung-panggung musik Semarang. Beberapa kali mengapresiasi, saya sendiri melihat adanya penguatan dalam hal konsep. Mereka menjadi lebih sering mengusung beberapa piranti yang mereka pikir lebih menguatkan pesan-pesan yang mereka sampaikan. Mulai dari pohon-pohon plastik, sampai aksi-aksi panggung yang sangat teatrikal. Dan terlepas bahwa tidak setiap orang bisa memahami dan mengapresiasi musik-musik yang minim teks, untuk ukuran Semarang, ada yang berani memainkan noise eksperimental dan bahkan cukup berhasil membangun signature musik mereka sendiri, adalah hal yang cukup patut untuk mendapatkan porsi apresiasi. Sayangnya, rilisan CD yang sangat terbatas membuat orang-orang yang penasaran harus memburu perform live jika ingin menikmati aksi mereka. Entah karena militansi akan konsep distribusi rilisan yang memang seperti itu atau karena hal lain, yang jelas HMMM telah siap memberikan warna tersendiri dalam kancah musik Semarang. Silahkan, sambut dan apresiasi rapalan mantra mereka. - Manusia Kera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar